RSS

Arsip Bulanan: April 2008

Fiqih Zakat Kontemporer

Fiqih Zakat Kontemporer

Posted by shariahlife on January 15, 2007

Islam adalah agama yang memiliki ciri khas dan karakter “Tsabat wa Tathowur” berkembang dalam frame yang konsisten, artinya Islam tidak menghalangi adanya perkembangan-perkembangan baru selama hal tersebut dalam kerangka atau farme yang konsisten.

Hukum halal dan haram adalah merupakan hal yang konsisten dalam Islam, tidak dapat dirubah, tetapi sarana untuk mencapai sesuatu misalnya dapat dikembangkan sesuai dengan kemajuan zaman. Demikian pula hal-hal yang tidak dirinci oleh Islam, yang hanya diterangkan secara global dapat menjadi pintu masuk untuk inovasi pengembangan pelaksanaanya selama masih dalam kontek tidak melanggar syariat.

Dengan semakin pesatnya perkembangan keilmuan yang diiringi dengan perkembangan teknologi dan ekonomi dengan ragam dan coraknya, maka perkembangan kehidupan saat ini tidak dapat disamakan dengan kehidupan zaman sebelum masehi atau di zaman Rasulullah saw dan generasi setelahnya. Tetapi subtansi kehidupaan tentunya tidak akan terlalu jauh berbeda. Kegiatan ekonomi misalnya, diera manapun jelas akan selalu ada, yang berbeda adalah bentuk dan corak kegiatannya, karena subtansinya dari kegiatan tersebut adalah bagaimana manusia memenuhi kebutuhan hidupnya.

Di zaman Rasulullah saw kegiatan ekonomi yang ada mungkin simpel-simpel saja, ada sektor pertanian, peternakan, dan perdagangan. Saat ini ketiga sektor tersebut tetap ada, tapi dengan corak yang berbeda tentunya dengan apa yang dialami oleh Rasulullah saw. Dalam sektor trading atau perdagangan misalnya, akad-akad (model-model transaksi) yang dipraktekkan sekarang sangat banyak sekali sesuai dengan kemajuan teknologi.

Dengan semakin berkembangnya pola kegiatan ekonomi maka pemahaman tentang kewajiban zakatpun perlu diperdalam sehingga ruh syariat yang terkandung didalamnya dapat dirasakan tidak bertentangan dengan kemajuan tersebut. Maka pemahaman fiqh zakat kontemporer dengan mengemukakan ijtihad-ijtihad para ulama kontemporer mengenai zakat tersebut perlu difahami oleh para pengelola zakat dan orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap masalah zakat ini

Dr Yusuf Qordhowi yang sampai saat ini karyanya mengenai fiqh zakat belum ada yang bisa menandinginya, menyatakan bahwa mensikapi perkembangan perekonomian yang begitu pesatnya, diharapkan adanya beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para pengelola zakat khususnya lembaga-lembaganya, yaitu berpedoman pada kaidah perluasan cakupan terhadap harta yang wajib dizakati, sekalipun tidak ada nash yang pasti dari syariah, tetapi berpedoman pada dalil yang umum. (Qordhowi, 1994, 15)

Ikatan-Ikatan Syar’iyyah Dalam Fiqh Zakat Kontemporer
Dr Yusuf Qordhowi menyatakan bahwa; sedikitnya ada beberapa faktor yang mendasari keberhasilan suatu lembaga pengelolaan zakat :

Memperluas cakupan harta wajib zakat dengan dalil umum, sebagai strategi dalam “fundraising” (penghimpunan dana) yang hal tersebut mencakup harta yang nampak “Dhohiroh” dan yang tidak nampak “bathinah”
Manajemen yang profesional
Distribusi yang baik.

Berangkat dari pemahaman point pertama, maka kita menyaksikan perbedaan yang jauh antara pemikiran ulama-ulama klasik dengan ulama kontenporer mengenai harta yang wajib dizakati.

Pada umumnya ulama-ulama klasik mengkatagorikan bahwa harta yang kena zakat adalah : binatang ternak, emas dan perak, barang dagangan, harta galian dan yang terakhir adalah hasil pertanian. Tetapi dalam ijtihad kontenporer yang saat ini salah satunya diwakili oleh bukunya Dr Yusuf Qordhowi, beliau merinci banyak sekali model-model harta kekayaan yang kena zakat, sebanyak model dan bentuk kekayaan yang lahir dari semakin kompleknya kegiatan perekonomian.

Dr Qordhowi membagi katagori zakat kedalam sembilan katagori; zakat binatang ternak, zakat emas dan perak yang juga meliputi Read the rest of this entry »

 
6 Komentar

Ditulis oleh pada April 15, 2008 inci Artikel Islam

 

FIQIH AQIQOH PRAKTIS

FIQIH AQIQOH PRAKTIS

Oleh: Abdullah Shaleh Hadrami

Definisi Aqiqoh :

Aqiqoh adalah hewan yang disembelih karena kelahiran bayi untuk bertaqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah Ta’aala dan bersyukur kepadaNya atas nikmat kelahiran.

Hukum Aqiqoh

Para ulama’ berbeda pendapat apakah hukumnya wajib atau sunnah, namun kebanyakan ulama’ berpendapat bahwa hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat ditekankan) yaitu; dua ekor kambing untuk bayi laki-laki dan seekor kambing untuk bayi perempuan.

Dalil Disunnahkannya Aqiqoh

Dari Salman bin Amir Adh-dhobiy –Radhiallahu ‘Anhu berkata telah bersabda Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam: “Bersama tiap – tiap anak ada aqiqoh.” (HR Bukhari, dll).

Dari Aisyah –Radhiallahu ‘Anha berkata :” Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam memerintahkan kepada kami agar melakukan aqiqoh untuk bayi laki-laki dengan dua ekor kambing dan untuk bayi perempuan seekor kambing.” (HR Ibnu Majah dan At Tirmidzi dengan sanad shahih )

Dari Al Hasan bin Samuroh dari Nabi –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda : “Tiap – tiap anak (bayi) tergadaikan oleh aqiqohnya” (HR Ibnu Majah dll dengan sanad shahih)

Waktu Pelaksanaan Aqiqoh

Yang disunnahkan adalah menyembelihnya pada hari ketujuh dari hari kelahirannya, jika terlewatkan maka pada hari ke empat belas dan jika terlewatkan juga maka pada hari keduapuluh satu. Sebagaimana diriwayatkan dari Buraidah –Radhiallahu ‘Anha dari Nabi –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda : “Aqiqoh itu disembelih pada hari ketujuh atau hari keempat belas atau hari kedua puluh satu ” (HR. Baihaqi dengan sanad shahih)
Para ulama’ menganjurkan agar supaya daging aqiqoh tersebut dibagikan dalam keadaan telah dimasak dan bukan dalam keadaan mentah, karena hal itu menambah kebaikan dan syukur atas nikmat ini.

Cara Menghitung hari Ketujuh

Berkata imam Malik -Rahimahullah: “Hari kelahirannya tidak dihitung, kecuali jika dilahirkan sebelum Fajar (Subuh) dari malam hari tersebut. ”
Contoh :

1. Bayi lahir pada hari Ahad jam 10 pagi, maka aqiqohnya dilaksanakan pada hari Ahad pekan depan. Karena hari Ahad yang merupakan hari kelahirannya tidak dihitung, dan hari Senin dihitung sebagai hari pertama kelahirannya.

2. Bayi lahir pada Senin dini hari pukul 2 malam, maka aqiqohnya dilaksanakan pada hari Ahad. Hari Senin yang merupakan hari kelahirannya dihitung karena dia lahir sebelum Fajar (Subuh).

3. Bayi lahir pada hari Senin setelah Fajar (Subuh), maka aqiqohnya dilaksanakan pada hari Senin pekan depan. Hari Senin yang merupakan hari kelahirannya tidak dihitung karena dia lahir setelah Fajar (Subuh).

Maksudnya adalah penyembelihan kambing aqiqoh tersebut pada hari ketujuh adapun memasak dan memakannya maka kapan saja boleh
Berkata Ibnul Qoyyim -Rahimahullah: “ Yang dimaksud dengan hari-hari ini (hari ketujuh), adalah karena hari – hari tersebut adalah tingkatan pertama usia yang apabila bayi yang baru lahir telah menyempurnakannya maka berpindah kepada tingkatan kedua yaitu bulan kemudia tahun.”

Diantara Faedah Aqiqoh:

1. Aqiqoh adalah sembelihan yang dipersembahkan kepada Allah Ta’aala dari bayi ketika pertama kali keluar ke dunia.

2. Aqiqoh membebaskan bayi dari ketergadaiannya sebagaimana hadits diatas. Berkata Imam Ahmad -Rahimahullah: “Tergadai tidak bisa memberi syafaat kepada kedua orang tuanya” .

3. Aqiqoh adalah tebusan untuk menebus bayi sebagaimana Allah Ta’aala menebus Ismail putra Nabi Ibrahim –Alaihis Salam ketika disembelih dengan seekor kambing.

4. Masih banyak lagi hikmah Allah Ta’aala dalam syariat dan ketentuanNya, yang diharapkan aqiqoh tersebut menjadi sebab baiknya pertumbuhan anak, terus – menerus keselamatannya, panjang umurnya dalam penjagaan Allah dari bahaya syaitan, bahkan tiap-tiap anggota tubuh dari hewan aqiqoh tersebut adalah tebusan atas tiap-tiap anggota tubuhnya.

Hukum Menggabung Aqiqoh dengan Qurban

Berkata Abu Abdillah Al Imam Ahmad bin Hanbal -Rahimahullah : Read the rest of this entry »

 
2 Komentar

Ditulis oleh pada April 9, 2008 inci Artikel Islam, Artikel Lain

 

Etika terhadap Hewan

Etika terhadap Hewan
Abu Bakr Jabir al-Jazairi
Selasa, 20 Februari 2007
Orang Muslim menganggap semua hewan sebagai makhluk yang harus dihormati. Oleh karena itu, ia menyayanginya karena kasih sayang Allah Ta’la kepadanya dan menerapkan etika-etika berikut terhadapnya:

1. Memberinya makan-minum, jika hewan-hewan tersebut lapar dan haus, karena dalil-dalil berikut:

Sabda Rasulullah saw.,

“Terhadap yang mempunyai hati yang basah terdapat pahala.” (Diriwayatkan Ahmad dan Ibnu Majah).

“Siapa tidak menyayangi, ia tidak akan disayangi.” (Muttafaq Alaih).

“Sayangilah siapa saja yang ada di bumi, niscaya kalian disayangi siapa saja yang ada di langit.” (Diriwayatkan Ath-Thabrani dan Al Hakim).

2. Menyayanginya, dan berbelas kasih kepadanya, karena dalil-dalil berikut:

Ketika Rasulullah saw. melihat orang-orang menjadikan burung sebagai sasaran anak panah, beliau bersabda,

“Allah melaknat siapa saja yang menjadikan sesuatu yang bernyawa sebagai sasaran.” (Diriwayatkan Abu Daud dengan sanad shahih).

Rasulullah saw. melarang menahan hewan untuk dibunuh dengan sabdanya, “Barangsiapa yang menyakiti ini (burung) dengan anaknya; kembalikan anaknya padanya.” (Diriwayatkan Muslim).

Rasulullah saw. bersabda seperti di atas, karena melihat burung terbang mencari anak-anaknya yang diambil salah seorang sahabat dan sarangnya.

3. Jika ia ingin menyembelihnya, atau membunuhnya, maka ia melakukannya dengan baik, karena Rasulullah saw. bersabda,

“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik kepada segala hal. Oleh karena itu, jika kalian membunuh, maka bunuhlah dengan baik. Jika kalian menyembelih, maka sembelihlah dengan baik. Hendaklah salah seorang dan kalian menenangkan hewan yang akan disembelihnya, dan menajamkan pisaunya.” (Diriwayatkan Muslim, At Tirmidzi, An-Nasai, Abu Daud, dan Ahmad).

4. Tidak menyiksanya dengan cara-cara penyiksaan apapun baik dengan melaparkannya, atau meletakkan padanya muatan yang tidak mampu ia angkut, atau membakarnya dengan api, karena dalil-dalil berikut:

Rasulullah saw. bersabda,

“Seorang wanita masuk neraka karena kucing. Ia menahannya hingga mati. Ia masuk neraka karenanya, karena ia tidak memberinya makan sebab ia menahannya, dan tidak membiarkannya makan serangga-serangga tanah.” (Diriwayatkan Al-Bukhari).

Rasulullah saw. berjalan melewati rumah semut yang terbakar, kemudian beliau bersabda,

“Sesungguhnya siapa pun tidak pantas menyiksa dengan api, kecuali pemilik api itu sendiri (Allah).” (Diriwayatkan Abu Daud. Hadits ini Shahih).

5. Diperbolehkan membunuh hewan-hewan yang membahayakan, seperti anjing penggigit, serigala, ular, kalajengking, tikus, dan lain sebagainya, karena dalil-dalil berikut:

Sabda Rasulullah saw.

“Ada lima hewan membahayakan yang boleh dibunuh di tempat halal dan haram, yaitu Read the rest of this entry »

 
Komentar Dinonaktifkan pada Etika terhadap Hewan

Ditulis oleh pada April 9, 2008 inci Artikel Islam, Artikel Lain

 

“Allah” dalam Islam dan Kristen

“Allah” dalam Islam dan Kristen
Selasa, 01 Mei 2007
Konsep ketuhanan yang ada dalam Yahudi dan Kristen lebih ‘membingungkan; dibanding pengertian ‘ketuhanan’ yang dimengerti dalam Islam

Oleh:

Qosim Nursheha Dzulhadi *

Bukan rahasia lagi bahwa umat Islam secara umum, dan khusus di Indonesia banyak dihadapi berbagai tantangan teologis. Dari “kristenisasi” terang-terangan hingga penggunaan istilah keagamaan. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan dialektika Islam-Kristen di Indonesia menyisakan persoalan yang perlu diungkap dan diteliti secara serius.

Beberapa tulisan para pendeta Kristen di Indonesia banyak sekali menggunakan istilah-istilah Islam yang sudah resmi dan formal digunakan sebagai istilah “ekslusif” dalam Islam. Salah satu istilah yang sudah biasa digunakan adalah lafadz “Allah“. Lafadz ini adalah murni istilah Islam, tidak bisa sembarangan digunakan, meskipun ketiga agama Semit mengklaim masih menggunakannya.

Tulisan ini akan mengulas konsep “Allah” secara umum, yang biasa dikenal dalam agama-agama Semit (YahudiKristenIslam) yang dikenal sebagai Abrahamic religions. Dan kita akan melihat bahwa Islam benar-benar satu agama yang teguh ?melestarikan’ konsep “Allah” ini.

Konsep “Allah” dalam Islam ini diakui dengan sangat baik oleh Dr. Jerald F. Dirk dalam bukunya “Salib di Bulan Sabit” (Serambi, 2006). Mantan diaken di ?Gereja Metodis Bersatu’ ini mencatat bahwa “penggunaan kata Allah sering kali terdengar aneh, esoterik, dan asing bagi telinga orang Barat. Allah adalah kata dalam bahasa Arab yang berasal dari pemadatan al dan Ilah. Ia berarti Tuhan atau menyiratkan Satu Tuhan. Secara linguistik, bahasa Ibrani dan bahasa Arab terkait dengan bahasa-bahasa semitik, dan istilah Arab Allah atau al-Ilah terkait dengan El dalam bahasa Ibrani, yang berarti “Tuhan”.

“El-Elohim berarti Tuhannya para tuhan atau sang Tuhan. Ia adalah kata Ibrani yang dalam Perjanjian Lama diterjemahkan Tuhan. Karena itu, menurutnya, kita bisa memahami bahwa penggunaan kata Allah adalah konsisten, bukan hanya dengan Al-Quran dan tradisi Islam, tetapi juga dengan tradisi-tradisi biblikal tertua”, kutipnya.

F. Dirk mungkin benar. Akan tetapi konsep Allah dalam Islam jauh lebih mendalam, Read the rest of this entry »

 
1 Komentar

Ditulis oleh pada April 9, 2008 inci Artikel Islam, Artikel Lain